Hari ini-pun seharusnya menjadi waktu libur, namun karena ada ‘tanggung jawab yang harus diselesaikan’ dari pekerjaan, akupun berangkat menggenjreng motor.
sempat terlintas sampai kapan mau begini terus?
selang beberapa menit seorang teman mengechat di grup Wha*sapp.
dan inilah isi dari chat itu.
Sekali lagi Allah Ta’ala langsung menegur dan memberikan contoh agar kita selalu bersyukur atas segala apa yang ada saat ini.
Apakah aku seegois ini? selalu memikirkan aku, aku dan aku…
Ampuni hambamu yang selalu egois ini ya Rabb..
Rutinitas kantor terkadang dan bahkan tak jarang menimbulkan kejenuhan. Berangkat pagi pulang petang, besoknya lagi gitu lagi. Masih syukur tak se-miris lagunya Armada, meskipun sesekali juga pernah mengalaminya.
Entah kenapa pagi ini bangun-bangun lebih bersemangat dibanding hari biasa. Setelah nyawa terkumpul, baru sadar ternyata semangat itu tercipta bukan tanpa alasan. Libur Pilkada di tengah-tengah weekdays patut menyandang “hari penyelamat” bagi para pekerja rantau. Kampung yang jauh cukup kuat untuk dijadikan dalil golput secara “terhormat”.
Gowes menjadi aktivitas yang tepat disaat tak ada yang minat diajak menggeliat. Menikmati paginya kota besar, disaat jalanan masih lengang, mampu menstimulus rasa rindu akan kampung halaman. Bersua dengan alam dengan soundtrack kicauan burung yang sahut menyahut, pohon rindang dengan dedaunan yang bergoyang dihembus angin sepoi, berlatar belakang bukit-bukit hijau nan elok. Eitss… cukup.. cukup.. hanya akan menimbulkan keharuan berkelanjutan.
Rerimbunan pohon disepanjang jalan, lebih dari cukup untuk memanjakan mata dan menenangkan pikiran. Sejenak melepas belenggu (baca: antrian pekerjaan)…
Lihat pos aslinya 735 kata lagi